- Home
- INTERNASIONAL
- Belum Ada Keputusan Saat Trump Berceloteh akan Serang Suriah
Kamis, 12 April 2018 16:38:00
Belum Ada Keputusan Saat Trump Berceloteh akan Serang Suriah
Oleh: Redaksi
Kamis, 12 April 2018 16:38:00
POROSRIAU.COM -- Celotehan pagi Presiden Donald Trump bahwa 'sebuah rudal terbaru yang bagus dan pintar akan segera ditembakkan ke Suriah' ternyata dilontarkan sebelum membahasnya dengan pihak terkait, termasuk para pejabat keamanan Amerika Serikat beserta negara-negara sekutunya.
Trump telah biasa mengejutkan para staf dan sekutunya dengan celotehan pagi. Dia biasa menetapkan nada-nadanya sendiri di Twitter berdasarkan kabar televisi kabel dan suasana hatinya.
Namun pesan di Twitter pada Rabu pagi tersebut unik karena menyebut soal rencana aksi militer AS yang akan datang, dimana Trump pernah bersumpah tidak akan melakukannya jika dia terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Keputusan soal bagaimana AS bakal merespons serangan senjata kimia di Suriah akhir pekan lalu belum dibuat saat Trump melontarkan kicauannya.
"Kami mempertahankan posisi bahwa kami punya sejumlah opsi dan semua opsi itu masih dipertimbangkan. Keputusan akhir belum dibuat," kata juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders. "Presiden punya sejumlah opsi dan semua opsi itu masih dipertimbangkan."
Sejumlah petinggi militer berada di Gedung Putih, Rabu sore untuk membahas opsi tentang Suriah. Menteri Pertahanan James Mattis dan Kepala Staf Gabungan, Jenderal Joseph Dunford terlihat memasuki Gedung Putih sekitar pukul 13 dan keluar kira-kira dua jam kemudian.
Sanders menyatakan Wakil Presiden Mike Pence memimpin pertemuan di Dewan Keamanan Nasional untuk membahas masalah Suriah. Namun pembahasan itu baru dilakukan setelah Trump mengindikasikan lewat akun Twitter-nya bahwa serangan rudal sedang dipersiapkan.
"Rusia berjanji untuk menembak jatuh jika ada dan seluruh rudal yang ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang," kicau Trump, Rabu pagi.
"Anda seharusnya tidak bermitra dengan binatang pembunuh dengan gas, yang membunuh rakyatnya dan menikmatinya!" celoteh Trump lewat akun Twitter-nya.
Trump tidak menyebut secara spesifik kapan serangan rudal itu bakal dilontarkan atau mana saja yang menjadi targetnya. Namun pesan itu menegaskan rencana dia untuk membalas dugaan serangan senjata kimia yang menewaskan sedikitnya 70 orang di Douma, sebuah distrik di Ghouta Timur, Suriah.
Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders mengindikasikan bahwa serangan rudal bukanlah satu-satunya pilihan Trump.
"Itu salah satu opsi, tapi bukan berarti satu-satunya opsi atau satu-satunya yang akan atau tidak akan dilakukan Presiden," kata Sanders, seperti dilansir CNN.
Celotehan Trump itu memicu kemarahan sedikitnya satu tokoh berpengaruh di Partai Republik. Ketua Hubungan Luar Negeri di Senat AS, Bob Corker mengaku yakin hal itu akan segera dilakukan. "Satu-satunya hal yang saya khawatirkan adalah bahwa itu tidak akan terjadi," kata Corker di Gedung Parlemen AS, Capitol Hill.
"Sekarang kita mengumumkan apa yang akan kita lakukan dan sayangnya, itu menempatkan kita ke tempat dimana kemungkinan malah menciptakan konflik yang lebih besar," kata Corker.
Trump tetap berkonsultasi intensif dengan sekutu-sekutu AS. Terutama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Theresa May soal respons terhadap dugaan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta Timur, Suriah.
Tetapi para pemimpin dunia Barat tersebut belum bersepakat soal skala atau waktu untuk memberikan respons. Kemungkinan serangan itu belum akan dilakukan sampai akhir pekan ini.
Trump telah mendesak sekutu-sekutu dan para pembantunya untuk mengembangkan opsi yang lebih jauh ketimbang serangan yang dia lakukan ke Pangkalan Udara Al Shayrat, Suriah sebagai respons dugaan serangan senjata kimia di Khan Sheykun pada tahun lalu.
Serangan itu terbukti tidak menghentikan pemerintah Suriah. Pesawat-pesawat Suriah masih tampak lepas landas dan mendarat di pangkalan udara tersebut tak lama setelah serangan 59 rudal Tomahawk dari Amerika Serikat berakhir.
Kali ini, Trump berencana lebih untuk menekan Presiden Suriah Bashar Al-Assad yang dituduhnya melakukan serangan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri. Namun pertanyaan soal seberapa besar respons tersebut, dan bagaimana sekutu-sekutu AS bersedia bergabung dengan rencana tersebut.
Koalisi AS
Para pejabat AS menilai bahwa langkah Perdana Menteri Inggris Theresa May bakal mendapat hambatan dari Parlemen. Meski May bertekad bergabung dengan AS dalam respons dugaan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta Timur, Suriah.
Awal pekan ini, para pejabat AS menyiratkan bahwa kurangnya bukti keterlibatan pemerintah Suriah dalam serangan tersebut memicu keraguan May. Namun di Birmingham, Rabu (11/4), May menyatakan bahwa semua indikasi menuding rezim Suriah bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Douma, dan menegaskan bahwa penggunaan senjata semacam itu tidak boleh dibiarkan.
Adapun Prancis juga tampak ingin memainkan peran penting. Presiden Emmanuel Macron tidak memerlukan persetujuan parlemen untuk melancarkan serangan. Macron juga telah menyatakan bahwa penggunaan senjata kimia telah melewati garis merah dan harus ditindak.
Sementara Trump telah jelas menuding bahwa rezim Suriah bertanggung jawab atas serangan, para pengamat berupaya mendapatkan akses ke lokasi kejadian. Baik Amerika Serikat ataupun sekutu-sekutunya tidak dapat memberikan bukti kuat atas tuduhan mereka terhadap rezim Al-Assad.
Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders pada Rabu (11/4) menyalahkan rezim Suriah dan pendukungnya di Moskow. "Presiden menyatakan Suriah dan Rusia bertanggung jawab atas serangan senjata kimia ini," kata Sanders.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, James Mattis menyatakan bahwa AS masih melakukan penilaian intelijen soal apakah rezim Assad bertanggung jawab atas serangan senjata kimia tersebut. "Kamis iap memberikan opsi militer jika itu tepat sebagaimana yang ditentukan Presiden," kata Mattis seperti dilansir CNN.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova lewat akun Facebook-nya menyatakan serangan rudal dapat menghancurkan bukti di lapangan, dan mengganggu kerja penyelidik internasional.
"Rudal 'pintar' harus terbang ke arah teroris, bukan pemerintah sah yang telah beberapa tahun memerangi terorisme internasional di wilayahnya," tulis Zakharova.
Rusia menuding oposisi telah melakukan serangan senjata kimia. Dalam celotehan selanjutnya Rabu (11/4), Trump meratapi hubungan buruk antara Washington dan Moskow, sesuatu yang dia tekadkan untuk ditingkatkan saat menjadi presiden. Menurut Trump, upaya peningkatan hubungan AS-Rusia dirintangi investigasi pengacara khusus yang menyelidiki dugaan keterlibatan Rusia dalam pemilihan presiden AS 2016.(cnn)
Editor: Chaviz
Korut Klaim Donald Trump Sudah Umumkan Pernyataan Perang
7 tahun laluSaat berbicara di New York, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong Ho, mengatakan, militer Korut sekarang berhak untuk menembak jatuh pesawat-pesawat pengebom AS meski pesawat tersebut berada di luar wilayah udara Korut.
Pedoman Media Siber
8 tahun laluPedoman Pemberitaan Media Siber Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklaras
Cidera, Yamaha Belum Tetapkan Pengganti Valentino Rossi
7 tahun laluMovistar Yamaha belum memutuskan siapa pebalap yang akan menggantikan Valentino Rossi. Padahal The Doctor diprediksi bakal absen dalam 40 hari ke depan.
Tiga Puskesmas Unggulan Di Kabupaten Kampar Terima Akreditasi
8 tahun laluTiga Puskesmas ditiga Kecamatan terima Akreditas dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Puskesmas Kecamatan Kuok terpilih untuk pertama kalinya, setelah itu dua Puskesmas Kecamatan kembali menerima Akreditas.
T. Mustafa Pimpin Partai Hanura Kabupaten Kepulauan Meranti
8 tahun laluSELATPANJANG (PR) - Ketua DPD Partai Hari Nurani Rakyat (Hanura) Provinsi Riau dr. Agus Widayat melantik secara resmi H. Tengku Mustafa ST MT sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura Kabupaten Meranti, dan jajaran pengurus lainnya Masa Bakt