Kamis, 05 Desember 2024
  • Home
  • PEKANBARU
  • Komisi III DPR RI Diduga Interpensi Kasus Kepemilikan Tanah Senilai Rp600 Juta
Jumat, 06 April 2018 07:19:00

Komisi III DPR RI Diduga Interpensi Kasus Kepemilikan Tanah Senilai Rp600 Juta

Oleh: eza
Jumat, 06 April 2018 07:19:00
BAGIKAN:
kuasa hukum, Jon Matias.(Foto:Eza)

PEKANBARU(POROSRIAU.COM)-- Kasus jual-beli lahan seluas 6.987,5 meter persegi milik Yusni Tanjung (81), pemilik lahan dan juga mantan lurah atau Kepala Desa Lembah Sari, Rumbai, Pekanbaru tampaknya memasuki babak baru. Pasalnya lahan ini tampaknya terus di sengketakan oleh pihak yang merasa juga memiliki lahan tersebut. 

 

Kali ini persoalan lahan di Lembah Sari, Rumbai ini dilaporkan pihak Poniman selaku pihak mengaku memiliki tanah Lembah Sari ke Komisi III DPR RI hingga berujung dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI tanpa mengundang pihak yang di duga tidak memiliki tanah Yusni Tanjung. 

 

Tidak terima hal ini, Yusni melalui kuasa hukumnya, Jon Matias, merasa agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Kejaksaan Agung, dalam kasus sengketa lahan beberapa waktu yang lalu, dinilai sebagai upaya intervensi dan merugikan pihaknya.

 

Bahkan dalam rencananya, Komisi III DPR RI akan melakukan Kunjungan Lapangan (Kunlap) ke Kota Pekanbaru, dalam kasus sengketa lahan senilai Rp600 Juta tersebut dengan memakai uang negara.

 

"Kami merasa komisi III DPR RI tidak independen. Ini (kasus lahan,red) sengketa dan laporan. Ada dua pihak, mengapa kami yang dilaporkan, kenapa kami tidak diberikan kesempatan memberikan jawaban dalam hearing," kata Jon Matias, dalam konfrensi pers-nya, kepada wartawan, di ruangan SMA Budi Luhur, Jalan Paus Kecamatan Rumbai Pesisir, Rabu (04/04) siang.

 

Menurutnya, keterangan RDP yang terjadi di komisi III DPR RI bersama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), dinilai sebagai upaya ketidakberpihakan. Apa yang terjadi dalam RDP di lembaga legislatif tersebut disebutkannya tidak benar.

 

Katanya lagi, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, harusnya menjadi pihak yang independen dalam melakukan mediasi terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Bukan malah melakukan pembelaan sebelah pihak.

 

"Harusnya kedua belah pihak dipanggil. Termasuk ibu Yusni Tanjung sebagai ahli waris dan PT Berkah Mitra Kumala diundang, sehingga ada perimbangan dan tidak ada justifikasi yang menjurus ke arah fitnah," jelasnya.

 

Terhadap hal ini, pihaknya akan menyiapkan langkah-langkah hukum dengan mendatangi Komisi III untuk memberikan keterangan dan klarifikasi, hingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan kasus kepemilikan lahan tersebut.

 

"Saya rasa kasus ini cukup sampai di ranah DPRD Kota Pekanbaru saja, Kenapa sampai malah Komisi III DPR RI yang turun. Ini kasus kepemilihan lahan senilai Rp600 juta. Masalah kepemilikan yang sah juga sudah diperkarakan. Mereka (poniman,red) sudah dikalahkan juga karena surat palsu," bebernya.

 

Dia juga mengatakan, ada kesenjangan hukum, antara laporan Komisi III DPR RI dengan ranah persidangan yang telah dimenangkan pihaknya. Apalagi dalam kasus persidangan sudah terbukti, pihak yang dilaporkan (Poniman,red) memiliki surat yang tidak sah alias palsu. "Termasuk oknum-oknum lurah juga sudah dihukum," paparnya.

 

Untuk diketahui, kasus sengketa lahan tersebut bermula pada 8 Juni 2016 saat Jon Mathias yang mewakili PT Berkah Mitra Kumala (BMK) melaporkan Poniman ke Polresta Pekanbaru dengan tuduhan pemalsuan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) sebidang lahan di Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru.

 

Sengketa lahan yang menyeret Poniman di kursi pesakitan berada di kawasan yang berdekatan dengan areal seluas 400 hektar yang dimiliki perusahaan BMK. (Lahan yang dijual Yusni Tanjung).

 

Terbukti melakukan kesalahan, Poniman kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Maret 2017 dan ditahan pada 19 Oktober 2017.

 

Tidak terima atas penetapan tersangka tersebut, Poniman melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan pada 24 November 2017 di PN Pekanbaru. Meski masih dalam proses praperadilan, Kejari Pekanbaru tetap menerima berkas perkara Poniman dan dinyatakan P-21 pada 18 Desember 2017.

 

Selanjutnya, Putusan Praperadilan PN Pekanbaru pada 20 Desember 2017 menyatakan penetapan Poniman sebagai Tersangka tidak sah dan memerintahkan agar Poniman dikeluarkan dari tahahan.

 

Adanya keanehan tersebut, Kejari Pekanbaru akhirnya menahan Poniman dengan alasan tidak ikut sebagai Termohon dalam praperadilan. Kejari Pekanbaru tetap melimpahkan berkas perkara Poniman ke PN Pekanbaru pada 21 Desember 2017, atau satu hari setelah status tersangka Poniman dinyatakan gugur. 

 

Eksepsi yang diajukan kuasa hukum Poniman akhirnya dikabulkan dalam putusan sela tertanggal 22 Januari 2018. Adapun isi putusannya antara lain adalah menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima dan membebaskan Poniman dari Rutan Klas II B Pekanbaru. 

 

Kasus terus bergulir, di hari yang sama sesaat Poniman keluar dari Rutan, kembali ditangkap aparat Polresta Pekanbaru dengan menunjukkan Sprindik baru yang ditandatangani pada hari yang sama juga dengan ditemukannya dua alat bukti baru sehingga kembali ditetapkan sebagai tersangka. (Eza)

 

Editor: Chaviz

  Berita Terkait
  • Sindir KPK Soal OTT Di Pamekasan, Fahri Hamzah: KPK Masuk Desa

    7 tahun lalu

    Fahri Hamzah mengatakan kerugian negara dari tangkap tangan KPK di Pamekasan tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan KPK untuk menangani kasus tersebut.

  • Masinton Pasaribu Duga Ada Mafia Aset Di KPK

    7 tahun lalu

    Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket terkait Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Masinton Pasaribu mengatakan pansus sejak sebulan lalu sudah menduga ada mafia penyitaan aset di KPK karena beberapa aset sitaan tidak diketahui keberadaannya.

  • Suap Di Jambi, Semua Fraksi DPRD Dapat Jatah

    7 tahun lalu

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan bahwa dalam kasus suap yang terjadi di Jambi, semua fraksi di DPRD mendapat jatah "uang ketok palu" dari pihak pejabat eksekutif. Ini dilakukan agar pihak DPRD menyetujui RAPBD Provinsi Jambi tahun

  • KPK Pastikan Nama Tiga Politisi PDI-P Tetap Ada Di Kasus e-KTP

    7 tahun lalu

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan nama tiga politisi PDI-P yang disebut-sebut hilang dalam dakwaan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, ada dalam rangkaian kasus itu.

  • Seorang Anggota Dewan Terjaring OTT, Diduga Minta Jatah Proyek

    6 tahun lalu

    Terkait status ketiganya, Kajari Mataram mengaku bahwa pihaknya masih terus mendalami keterangan dan barang bukti OTT.

  •   komentar Pembaca
    Copyright © 2024 POROSRIAU.COM. All Rights Reserved.